Tantangan Masa Depan Konvergensi Media*

Oleh: Anang Hermawan**

Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology / ICT) selama dekade terakhir membawa tren baru di dunia industri komunikasi yakni hadirnya beragam media yang menggabungkan teknologi komunikasi baru dan teknologi komunikasi massa tradisional. Pada dataran praktis maupun teoritis, fenomena yang sering disebut sebagai konvergensi media ini memunculkan beberapa konsekuensi penting. Di ranah praktis, konvergensi media bukan saja memperkaya informasi yang disajikan, melainkan juga memberi pilihan kepada khalayak untuk memilih informasi yang sesuai dengan selera mereka. Tidak kalah serius, konvergensi media memberikan kesempatan baru yang radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi dan pemrosesan seluruh bentuk informasi baik yang bersifat visual, audio, data dan sebagainya (Preston: 2001).
Fenomena jurnalisme online sekarang ini menjadi contoh menarik. Khalayak pengakses media konvergen alias ”pembaca” tinggal meng-click informasi yang diinginkan di komputer yang sudah dilengkapi dengan aplikasi internet untuk mengetahui informasi yang dikehendaki dan sejenak kemudian informasi itupun muncul. Alhasil, aplikasi teknologi
komunikasi terbukti mampu mem-by pass jalur transportasi pengiriman informasi media kepada khalayaknya. Di sisi lain, jurnalisme online juga memampukan wartawan untuk terus-menerus meng-up date informasi yang mereka tampilkan seiring dengan temuan-temuan baru di lapangan. Dalam konteks ini, konsekuensi lanjutnya adalah berkurangnya fungsi editor dari sebuah lembaga pers karena wartawan relatif mempunyai kebebasan untuk segera meng-up load informasi baru tanpa terkendala lagi oleh mekanisme kerja lembaga pers konvensional yang relatif panjang.
Pada aras teoritik, dengan munculnya media konvergen maka sejumlah pengertian mendasar tentang komunikasi massa tradisional terasa perlu diperdebatkan kembali. Konvergensi menimbulkan perubahan signifikan dalam ciri-ciri komunikasi massa tradisional atau konvensional. Media konvergen memadukan ciri-ciri komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi dalam satu media sekaligus. Karenanya, terjadi apa yang disebut sebagai demasivikasi (demasssification), yakni kondisi di mana ciri utama media massa yang menyebarkan informasi secara masif menjadi lenyap. Arus informasi yang berlangsung menjadi makin personal, karena tiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih informasi yang mereka butuhkan.
Dalam catatan McMillan (2004), teknologi komunikasi baru memungkinkan sebuah media memfasilitasi komunikasi interpersonal yang termediasi. Dahulu ketika internet muncul di penghujung abad ke-21, pengguna internet dan masyarakat luas masih mengidentikkannya sebagai ”alat” semata. Berbeda halnya sekarang, internet menjadi ”media” tersendiri yang bahkan mempunyai kemampuan interaktif. Sifat interactivity dari penggunaan media konvergen telah melampaui kemampuan potensi umpan balik (feedback), karena seorang khalayak pengakses media konvergen secara langsung memberikan umpan balik atas pesan-pesan yang disampaikan. Karakteristik komunikasi massa tradisional di mana umpan baliknya tertunda menjadi lenyap karena kemampuan interaktif media konvergen. Oleh karenanya, diperlukan pendekatan baru di dalam melihat fenomena komunikasi massa. Disebabkan karena sifat interactivity media komunikasi baru, maka pokok-pokok pendekatan linear (SMCRE = source
à message à channel à receiver à effect/feedback) komunikasi massa terasa kurang relevan lagi untuk media konvergen.
Dalam konteks yang lebih luas, konvergensi media sesungguhnya bukan saja memperlihatkan perkembangan teknologi yang kian cepat. Konvergensi mengubah hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak. Singkatnya, konvergensi mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi, yang penggunaannya berdampak serius pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. Di negara maju semacam Amerika sendiri terdapat tren menurunnya pelanggan media cetak dan naiknya pelanggan internet. Bahkan diramalkan bahwa dalam beberapa dekade mendatang di negara tersebut masyarakat akan meninggalkan media massa tradisional dan beralih ke media konvergen. Jika tren-tren seperti itu merebak ke berbagai negara, bukan tidak mungkin suatu saat nanti peran pers online akan menggantikan peran pers tradisional. Konvergensi memberikan kesempatan baru kepada publik untuk memperluas pilihan akses media sesuai selera mereka.
Dari sisi ekonomi media, konvergensi berarti peluang-peluang profesi baru di dunia industri komunikasi.
Tidak kalah pentingnya di dalam mempersiapkan sumber daya yang mampu merespon kebutuhan pasar ke depan adalah sektor pendidikan. Pendidikan sekarang harus mampu merespon tantangan perubahan yang salah satunya diakibatkan oleh merebaknya media konvergen. Terutama untuk jenjang pendidikan tinggi, diperlukan bukan saja kurikulum yang merangkum pelbagai aspek teknis mekanis teknologi komunikasi baru (ICT); melainkan juga perlu ditanamkan kaidah-kaidah profesional sehingga pada saatnya nanti para lulusan dapat berkarya di masyarakat secara etis dan bertanggung jawab.

Regulasi Konvergensi
Sifat alamiah perkembangan teknologi selalu saja mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Di samping optimalisasi sisi positif, antisipasi terhadap sisi negatif konvergensi nampaknya perlu dikedepankan sehingga konvergensi teknologi mampu membawa kemaslahatan bersama. Pada aras politik ini diperlukan regulasi yang memadai agar khalayak terlindungi dari dampak buruk konvergensi media. Regulasi menjaga konsekuensi logis dari permainan simbol budaya yang ditampilkan oleh media konvergen. Tujuannya jelas, yakni agar tidak terjadi tabrakan kepentingan yang menjadikan salah satu pihak menjadi dirugikan. Terutama bagi kalangan pengguna atau publik yang memiliki potensi terbesar sebagai pihak yang dirugikan alias menjadi korban dari konvergensi media.
Persoalan pertama regulasi menyangkut seberapa jauh masyarakat mempunyai hak untuk mengakses media konvergen, dan seberapa jauh distribusi media konvergen mampu dijangkau oleh masyarakat. Problem mendasar dari regulasi konvergensi media dalam konteks ini terkait dengan seberapa jauh masyarakat mempunyai akses terhadap media konvergen dan seberapa jauh isi media konvergen dapat dianggap tidak melanggar norma yang berlaku. Kekhawatiran sebagian kalangan bahwa isi media konvergen pada bagian tertentu akan merusak moral generasi muda merupakan salah satu poin penting yang harus dipikirkan oleh para pelaku media konvergen.
Beberapa pertanyaan pokok yang harus dijawab terkait dengan isu regulasi media konvergen adalah; pertama, siapa yang paling berkewajiban untuk membuat format kebijakan yang mampu mengakomodasi seluruh kepentingan aktor-aktor yang telibat dalam konvergensi dan kedua adalah bagaimana isi regulasi sendiri mampu menjawab tantangan dunia konvergen yang tak terbendung. Pertanyaan terakhir ini menarik, karena perkembangan teknologi umumnya selalu mendahului regulasi. Dengan kata lain, regulasi hampir selalu ketinggalan jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi komunikasi.
Dalam hal penciptaan regulasi konvergensi media, institusi yang paling berwenang membuat regulasi adalah pemerintah atau negara. Cara pandang demikian dapat dipahami jika dilihat dari fungsi negara sebagai regulatory agent di dalam menjaga hubungan antara pasar dan masyarakat. Di satu sisi negara memegang kedaulatan publik dan di sisi lain negara mempunyai apparatus yang berfungsi menjaga efektif tidaknya sebuah regulasi. Gambaran ideal dari hubungan tiga aktor konvergensi (negara, pasar, masyarakat) ini mestinya berlangsung secara harmonis dan seimbang. Jangan sampai terdapat salah satu pihak yang mendominasi yang lain, misalnya media konvergen cenderung mendominasi masyarakat, sementara masyarakat tidak punya pilihan lain selain menerima apa adanya tampilan-tampilan yang ada pada media.
Membangun sebuah regulasi yang komprehensif dan berdimensi jangka panjang tentu saja bukan hal yang mudah. Bahkan dalam konteks perkembangan teknologi komunikasi yang makin cepat, regulasi yang berdimensi jangka panjang nampaknya hampir menjadi satu hal yang mustahil. Adagium tentang regulasi yang selalu ketinggalan dibandingkan perkembangan teknologi mesti disikapi secara bijak. Pasalnya, sebuah bangunan kebijakan selalu mengandung celah multiinterpretasi sehingga bisa saja hal itu dimanfaatkan untuk menampilkan citraan media yang luput dari tujuan kebijakan. Di sisi lain, pada saat sebuah kebijakan disahkan dan dicoba diimplementasikan, boleh jadi telah muncul varian teknologi baru yang tak terjangkau oleh regulasi tersebut. Ini tidak berarti bahwa pembuatan regulasi tak harus dilakukan, bagaimanapun regulasi menjadi kebutuhan mendesak agar teknologi komunikasi baru tidak menjadi instrumen degradasi moral atau menjadi alat kelas berkuasa untuk menidurkan kesadaran orang banyak.
Regulasi tetap diperlukan untuk mengawal nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungan antarmanusia itu sendiri. Beberapa isu menarik layak direnungkan dalam konteks penyusunan regulasi. Pertama adalah bagaimana pengambil kebijakan mendefinisikan batasan sektor-sektor yang akan dikenai kebijakan, misalnya saja soal hukum yang dapat dijalankan. Kedua bagaimana situasi pasar dan hak cipta diterjemahkan. Wilayah ini menyangkut soal self regulation dan kondisi standarisasi hak cipta. Ketiga, bagaimana soal akses pada jaringan media serta kondisi sistem akses itu sendiri. Persoalan seperti pengaturan decoder TV digital maupun content media menjadi layak kaji dalam hal ini. Keempat, akses pada spektrum frekuensi, kelima mengenai standar jangkauan atau sejauh mana media konvergen dapat dijangkau oleh khalayak serta apakah sebuah akses harus disertai dengan harga yang harus dibayar oleh khalayak. Dan terakhir menyangkut sejauh mana kepentingan khalayak diakomodasi oleh regulasi, misalnya sejauh mana freedom of speech dan kalangan minoritas benar-benar mendapat perlindungan dalam sebuah kebijakan.

**********

* Artikel ini pernah dimuat di harian BERNAS JOGJA edisi Kamis, 5 April 2007.
** Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

23 responses to “Tantangan Masa Depan Konvergensi Media*

  1. Mas, kajian tulisannya bagus. Boleg gak aku posting blogku? tolong e-mailnya ya

  2. Silakan! Sy senang sekali. Semoga kita bisa berbagi. Ini emailku: ananghermawan@gmail.com.

    By the way teman sekantor saya juga sedang kuliah S2 Manajemen Komunikasi di UI angkatan 2007. Namanya Iwan Awaluddin Yusuf. Silakan berkenalan dengannya, orangnya ramah dan sangat baik.

    Tanggal 15-16 desember mendatang, Prodi Komunikasi UII Yogyakarta akan menyelenggaarakan seminar dan workshop TV Komunitas. tidak dipungut biaya alias gratis bin cuma-cuma. Silakan datang. Kami tunggu di Jogja. Peserta yang telah mendaftar berasal dari berbagai propinsi. Tetapi mohon maaf, panitia tidak dapat menyediakan penginapan maupun menanggung biaya akomodasi peserta.

  3. Salam kenal mas anang,
    kalo boleh saya mau ngutip beberapa paragrafnya,
    untuk menjawab soal UAS “perspektif & Teori Komunikasi” yang kebetulan topiknya sangat sesuai dengan tulisan anda ” Internet dan Komunikasi Massa”

    oya,
    saya dari manajemen Komunikasi UI angatan 2007 juga.
    kawan anda(iwan Awaludin yusuf) itu di kelas B ya ? saya kelas A.

  4. Silakan Mas Rahmad! Tak masalah. Mudah2an bermanfaat. Terima kasih.

  5. Salam kenal mas Anang. Mohon izin untuk mengutip artikel ini untuk blog kami ya. Terima kasih banyak. Salam 🙂

  6. Ping-balik: Tantangan Masa Depan Konvergensi Media « Jurnal InterMedia

  7. upz….!!! sori ne boss saya baru bisa buka:)
    selamat ya mas, tulisan nya lumayan bagus, mudah2n dapat trus berkarir di dunia maya, hehehehe

  8. sori kurang ne boss,hehe
    wah ternyata banyak juga tulisan yang sudah dimuat, terlebih ada pembahasan tentang semotika. ini bisa membantu saya akan pemahaman semiotika itu sendiri dan bisa buat referensi saya membuat proposal skripsi….
    maju terus pantang mundur.
    salam buat si kecil,heheheheheh

  9. mas,,artikelnya bagus,,
    saya boleh mengutip beberapa paragraf untuk bahan tugas yang kebetulan membahas konvergensi media dalam komunikasi massa.
    salam kenal y mas….

  10. Silakan, jangan lupa cantumkan sumber plus tanggal aksesnya di footnote atau daftar pustaka. Terima kasih banyak!

  11. AGUNG a.k.a. PATUL

    walah, maunya cari bahan bwat kuliah kok malah nemu yg ini…
    ga jd saya copy, ntar ktauan lg klo bhn dr dosen yg laen….
    hehehehehe

  12. Bagus sekali tulisannya ttg konvergensi, saya mohon ijin mas ada bbrp paragraf yang akan saya kutip, tks Hidayat

  13. Ping-balik: Fenomena media baru: Menyelamatkan yang tua, membangun yang muda « Blogdarurat’s Weblog

  14. salam kenal,
    apakah Anda juga pernah membuat artikel yang berkaitan dengan dunia kehumasan? karena saya lihat Anda lebih tertarik pada teori dan pokok bahasab semiotika.
    terima kasih.

  15. mas…saya ambil buat revisian skripsi saya yaa…

    soalnya disuruh nmbhn soal media konvergensi neh…

    thnx b4

  16. perasaan pernah baca di buku lokakarya ISKI Bandung, agustus kemaren deh..

  17. yups..!
    konvergensi media boleh saja terjadi dan memang hal tersebut bisa saja menjadi fenomena baru.
    namun tentu saja efek komunikasinya tidak sekencang media massa. karena dengan menjadikan internet sebagai media pastinya akan membidik kalangan tertentu saja.

  18. ass…
    mas terima kasih atas konsultasinya… saya banyak mendapat masukan dari mas anang mengenai penelitan saya tentang KONVERGENSI MEDIA…
    salut dan apploous buwat mas anang dech…
    nanti DAFTAR PUSTAKA dari mas anang aq TARUH PALING WUATASS POLL….
    he..he..

    sukeses buat mas anang…

  19. Ping-balik: Nenkliz’s Weblog

  20. salam kenal mas anang, saya sangat terbantu dengan artikel mas anang ini. tp ada yang ingin saya tanyakan mengenai referensi yg mas anang gunakan, kalo boleh tau judul lengkap bukunya apa mas? terutama (Preston: 2001). terimakasih

  21. Fauzan Dwi Kurnia

    tulisan yang bagus mas… aku minta ijin ambil sebagian tulisannya buat refrensi presentasi tugas kuliahku ya mass…

    matur sembah nowon loh mas…

  22. terima kasih atas tulisannya.. saya jadi bisa belajar..

Tinggalkan komentar